Siapa sangka, setiap kali kamu belanja di toko, makan di restoran, atau bahkan langganan layanan streaming, kamu sebenarnya sedang berkontribusi langsung pada pembangunan negara. Bukan lewat donasi atau sumbangan, tapi melalui sesuatu yang sering kita anggap sepele: Pajak Pertambahan Nilai, atau yang lebih dikenal sebagai PPN.
Apa Itu Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan/atau jasa di dalam wilayah Indonesia. Artinya, setiap kali kamu membeli atau menggunakan barang dan jasa, maka biasanya akan ada tambahan biaya berupa PPN. Tapi yang menarik, PPN ini adalah pajak tidak langsung. Maksudnya, yang membayar PPN adalah konsumen, tapi yang menyetorkannya ke negara adalah pelaku usaha atau penjualnya.
Dasar hukum PPN ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN, yang sudah beberapa kali direvisi. Salah satu perubahan besar terjadi pada tahun 2022, ketika tarif PPN dinaikkan menjadi 11%. Nantinya, tarif ini bahkan bisa dinaikkan lagi menjadi 12% sesuai ketentuan yang berlaku.
Siapa yang Wajib Bayar dan Siapa yang Memungut?
Secara umum, semua konsumen yang membeli barang atau jasa di Indonesia dan barang/jasa tersebut termasuk yang dikenakan PPN, akan ikut menanggung pajaknya. Tapi, bukan kamu yang harus ribet hitung dan lapor ke negara, ya. Tugas itu dipegang oleh pelaku usaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
PKP inilah yang memungut PPN dari konsumen, membuat faktur pajak, menghitung berapa besar PPN yang harus disetorkan, dan kemudian melaporkannya ke Direktorat Jenderal Pajak. Tapi tidak semua pelaku usaha wajib menjadi PKP. Hanya mereka yang omzetnya sudah mencapai batas tertentu (misalnya di atas Rp500 juta per tahun, sesuai aturan yang berlaku) yang harus mengajukan diri menjadi PKP.
Jadi, bisa dibilang, pelaku usaha bertindak sebagai “jembatan” antara konsumen dan negara dalam urusan PPN ini.
Barang dan Jasa Apa Saja yang Kena PPN?
Nggak semua barang dan jasa yang kita konsumsi dikenakan PPN. Tapi cukup banyak juga yang kena. Contohnya, saat kamu beli baju di toko fashion, beli ponsel, sewa apartemen, atau pakai jasa digital kayak langganan musik dan film, biasanya itu sudah termasuk PPN. Pelaku usaha akan menambahkan tarif PPN ke harga jualnya.
Lalu, ada juga jasa yang termasuk objek PPN, seperti jasa periklanan, jasa konsultan, jasa pengiriman barang, jasa keuangan tertentu, dan sebagainya.
Tapi tenang, ada juga barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN. Umumnya, pengecualian ini diberikan untuk barang dan jasa yang bersifat sangat penting untuk kebutuhan dasar masyarakat atau untuk kepentingan umum. Misalnya, barang kebutuhan pokok seperti beras, sayur, telur, dan susu tidak dikenakan PPN. Begitu juga dengan jasa pendidikan, jasa keagamaan, jasa kesehatan, serta jasa sosial lainnya.
Alasannya tentu saja karena pemerintah ingin menjaga agar kebutuhan dasar rakyat tetap terjangkau, serta memastikan layanan publik tetap berjalan tanpa beban tambahan pajak.
Tarif PPN yang Berlaku
Per April 2022, tarif umum PPN di Indonesia adalah 11%. Artinya, setiap pembelian barang atau jasa yang dikenakan PPN, konsumen akan membayar tambahan sebesar 11% dari harga jual. Misalnya, kalau kamu beli laptop seharga Rp10 juta, maka PPN-nya adalah Rp1,1 juta, jadi totalnya jadi Rp11,1 juta.
Tarif ini sebelumnya adalah 10% dan rencananya akan naik lagi menjadi 12% paling lambat tahun 2025, sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meski begitu, pemerintah tetap bisa menetapkan tarif berbeda untuk jenis barang atau jasa tertentu, sesuai kebutuhan dan kondisi ekonomi.
Sebagai perbandingan, tarif PPN di berbagai negara bisa sangat bervariasi. Di Singapura, tarif PPN (di sana disebut GST) adalah 9%, sedangkan di negara-negara Eropa bisa mencapai 20% atau bahkan lebih. Jadi, tarif PPN di Indonesia masih tergolong moderat.
Bagaimana Cara Pelaporan dan Pembayaran PPN (Bagi Pelaku Usaha)?
Nah, bagian ini lebih menyasar ke pelaku usaha, khususnya mereka yang sudah menjadi PKP. Setelah memungut PPN dari konsumen, pelaku usaha harus menyusun dan menerbitkan faktur pajak elektronik (e-Faktur) setiap kali terjadi transaksi kena pajak. Faktur ini menjadi bukti pungutan pajak dan juga jadi dasar dalam pelaporan pajak bulanan.
Lalu, pelaku usaha akan menghitung PPN Keluaran (pajak yang dipungut dari konsumen) dan PPN Masukan (pajak yang dibayar saat membeli barang/jasa dari pihak lain untuk operasional usaha). Kalau PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, selisihnya disetorkan ke negara. Sebaliknya, kalau PPN Masukan lebih besar, maka kelebihannya bisa dikompensasi ke masa pajak berikutnya atau bahkan diminta restitusi.
Pelaporan dan pembayaran PPN dilakukan setiap bulan melalui sistem e-Filing dan e-Billing dari Direktorat Jenderal Pajak. Pelaku usaha harus patuh dan tepat waktu, karena keterlambatan bisa dikenakan sanksi administrasi.
Peran PPN dalam Penerimaan Negara
Kamu mungkin bertanya-tanya, ke mana sih uang PPN itu pergi? Jawabannya: ke kas negara, untuk kemudian digunakan membiayai berbagai program dan layanan publik. Mulai dari membangun infrastruktur, membayar gaji ASN, mendanai pendidikan, hingga membantu subsidi untuk masyarakat kurang mampu.
Faktanya, PPN adalah salah satu penyumbang terbesar dalam penerimaan pajak negara. Karena sifatnya yang luas dan menjangkau hampir seluruh transaksi ekonomi, PPN menjadi sumber pendapatan yang relatif stabil. Bahkan ketika kondisi ekonomi sedang tidak terlalu bagus, konsumsi masyarakat tetap berjalan — artinya, PPN tetap mengalir.
Jadi sebenarnya, saat kamu membayar PPN, kamu juga ikut berkontribusi pada pembangunan negara. Mungkin kelihatan kecil, tapi kalau dikumpulkan dari jutaan transaksi, dampaknya luar biasa besar.
Penutup
Jadi, sekarang kamu sudah tahu kan, apa itu Pajak Pertambahan Nilai atau PPN? Pajak ini bukan cuma sekadar angka tambahan di struk belanja, tapi punya peran penting dalam menopang anggaran negara. Kamu sebagai konsumen ikut berkontribusi lewat PPN, sementara pelaku usaha punya tanggung jawab untuk memungut dan melaporkan pajaknya dengan benar.
Kalau kamu punya usaha, pastikan juga kamu paham betul kewajiban PPN ini. Mulai dari pengukuhan sebagai PKP, pembuatan e-faktur, hingga pelaporan dan pembayaran tepat waktu. Karena ketaatan pajak bukan cuma soal patuh pada aturan, tapi juga soal ikut menjaga keberlangsungan pembangunan.
Lain kali kalau kamu belanja dan lihat tulisan “PPN 11%”, jangan ngedumel dulu. Ingat aja, kamu lagi ikut nyumbang buat bangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan banyak hal baik lainnya di negeri ini.