BerandaBlogApa itu Saham?

Apa itu Saham?

Kalau kamu baru mulai tertarik dengan dunia investasi, pasti pernah dengar istilah “saham”, kan? Saham sering kali disebut-sebut sebagai salah satu instrumen investasi yang menjanjikan, tapi juga punya risiko tinggi. Sebenarnya, apa itu saham? Kenapa banyak orang rela belajar, bahkan terjun ke pasar modal hanya untuk membeli saham?

Apa itu Saham?

Saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan. Jadi, ketika kamu membeli saham suatu perusahaan, itu artinya kamu punya bagian atau porsi kepemilikan di perusahaan tersebut—meskipun hanya sebagian kecil. Misalnya, kamu membeli 100 lembar saham perusahaan teknologi besar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Maka kamu sudah sah jadi salah satu pemilik perusahaan itu.

Sebagai pemilik, kamu berhak untuk mendapatkan keuntungan dari kinerja perusahaan. Keuntungan ini bisa berasal dari dua sumber: dividen dan capital gain. Dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham, biasanya dilakukan secara berkala, seperti tahunan atau semesteran. Sedangkan capital gain adalah keuntungan yang kamu dapatkan ketika menjual saham di harga yang lebih tinggi dari harga beli.

Tapi jangan lupa, sebagai pemilik, kamu juga ikut menanggung risiko kalau perusahaan tidak berkinerja baik. Saham bukan seperti tabungan yang nilainya tetap. Harga saham bisa naik dan turun tergantung banyak faktor, dan bisa jadi kamu harus menunggu cukup lama sampai investasimu memberikan hasil yang diharapkan.

Jenis-Jenis Saham

Di dunia pasar modal, saham dibagi menjadi dua jenis: saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock).

Saham Biasa adalah jenis saham yang paling sering diperdagangkan oleh investor ritel. Dengan memiliki saham biasa, kamu berhak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Biasanya, satu lembar saham memberi satu hak suara. Kamu juga berhak menerima dividen jika perusahaan membagikannya. Tapi, dalam kondisi perusahaan mengalami kebangkrutan atau likuidasi, pemegang saham biasa adalah pihak terakhir yang akan menerima pembagian aset—setelah seluruh utang dan kewajiban perusahaan dibayarkan.

Sebaliknya, Saham Preferen memberikan prioritas yang lebih tinggi dibanding saham biasa. Pemegang saham preferen biasanya tidak punya hak suara dalam RUPS, tetapi mereka mendapatkan hak istimewa dalam hal pembagian dividen dan klaim atas aset jika terjadi likuidasi. Biasanya, dividen untuk saham preferen bersifat tetap, mirip seperti bunga obligasi. Karena itu, saham jenis ini lebih cocok untuk investor yang mengutamakan pendapatan tetap dan stabil.

Meski begitu, saham preferen tidak terlalu umum diperdagangkan di pasar saham seperti saham biasa. Di Indonesia sendiri, mayoritas saham yang tercatat adalah saham biasa.

Cara Membeli dan Menjual Saham di Pasar Modal

Sekarang kamu mungkin bertanya, gimana caranya beli saham? Gampang kok. Kamu hanya perlu membuka rekening efek melalui perusahaan sekuritas yang terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perusahaan sekuritas ini akan menjadi perantara kamu dalam membeli dan menjual saham.

Setelah membuka rekening efek dan memiliki Rekening Dana Investor (RDI), kamu bisa mengunduh aplikasi trading online yang disediakan oleh sekuritas tersebut. Di sana, kamu bisa mencari saham berdasarkan kode emiten (misalnya BBCA untuk Bank BCA, TLKM untuk Telkom Indonesia, dan lain-lain), melihat grafik pergerakan harga, serta memantau volume transaksi.

Transaksi saham dilakukan dalam satuan lot, di mana 1 lot sama dengan 100 lembar saham. Jadi, kalau kamu ingin membeli 1 lot saham seharga Rp5.000 per lembar, kamu harus mengeluarkan Rp500.000 (belum termasuk biaya transaksi). Jika nanti harga saham naik menjadi Rp6.000 per lembar dan kamu menjualnya, maka kamu akan memperoleh capital gain sebesar Rp100.000.

Untuk menjual saham pun caranya sama—tinggal pilih saham yang ingin dijual, tentukan jumlah lot, dan pasang harga jual. Kalau ada pembeli yang cocok dengan harga jualmu, transaksi akan terjadi secara otomatis di sistem perdagangan bursa.

Risiko dan Peluang Investasi Saham

Investasi saham itu ibarat naik roller coaster—seru, menegangkan, dan penuh kejutan. Tapi justru di situlah letak daya tariknya. Buat kamu yang punya mental tahan banting dan siap belajar, saham bisa jadi instrumen investasi yang sangat menguntungkan.

Peluangnya? Saham punya potensi return yang jauh lebih tinggi dibandingkan deposito, reksa dana pasar uang, atau obligasi. Ada banyak investor sukses seperti Warren Buffett dan Lo Kheng Hong yang memulai dan membangun kekayaannya lewat investasi saham. Perusahaan yang terus bertumbuh dan mencetak laba bisa membuat harga sahamnya meningkat berkali-kali lipat dalam jangka panjang.

Misalnya, saham sebuah perusahaan ritel yang dulu dijual seharga Rp1.000 per lembar, kini bisa bernilai puluhan ribu rupiah per lembar hanya dalam kurun waktu beberapa tahun, seiring dengan pertumbuhan bisnisnya. Kalau kamu sabar dan tidak mudah tergoda untuk jual cepat, kamu bisa menikmati hasil luar biasa dari capital gain semacam itu.

Risikonya? Tentu saja, tidak semua saham akan naik. Ada kalanya harga saham justru turun karena faktor eksternal maupun internal. Perusahaan bisa saja mengalami kerugian, terkena kasus hukum, atau gagal bersaing di industri. Hal-hal seperti ini bisa bikin harga saham anjlok dalam waktu singkat. Kalau kamu tidak siap secara emosional, bisa saja kamu buru-buru menjual saham saat harga sedang jatuh—dan akhirnya malah rugi besar.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Berikut adalah beberapa faktor yang bisa mempengaruhi harga saham:

  • Kinerja perusahaan: Jika laporan keuangan perusahaan menunjukkan pertumbuhan pendapatan dan laba, investor cenderung tertarik membeli sahamnya.
  • Kondisi ekonomi makro: Inflasi tinggi, suku bunga naik, atau pelemahan rupiah bisa membuat pasar saham lesu. Sebaliknya, saat ekonomi tumbuh, investor lebih optimis.
  • Kebijakan pemerintah dan regulasi: Perubahan pajak, insentif industri, hingga peraturan baru bisa berdampak langsung terhadap prospek sektor tertentu.
  • Sentimen pasar: Terkadang, bukan data yang menggerakkan harga saham, tapi emosi pasar. Berita negatif, rumor, atau spekulasi bisa memicu panic selling. Sebaliknya, hype dari media sosial atau tokoh publik juga bisa bikin saham tertentu “meledak” dalam sekejap.
  • Tekanan dari supply dan demand: Jika ada banyak investor yang ingin membeli saham tertentu karena alasan tertentu (misalnya kinerja bagus atau isu merger), maka harga saham itu bisa naik drastis. Tapi kalau semua orang ingin menjual, harga bisa jatuh karena tidak ada pembeli.

Penutup

Jadi, saham itu bukan cuma angka-angka di layar aplikasi. Di balik setiap saham, ada perusahaan nyata dengan bisnis yang berjalan setiap hari. Investasi saham bisa sangat menguntungkan, tapi juga menantang. Kuncinya adalah belajar, sabar, dan jangan mudah panik.

Kalau kamu mau mulai, jangan buru-buru ambil keputusan besar. Mulailah dari perusahaan yang kamu kenal, pahami risikonya, dan investasikan dana yang memang siap untuk berkembang dalam jangka panjang. Ingat, investasi saham bukan soal cepat kaya, tapi tentang membangun kekayaan secara konsisten dan bertanggung jawab.

Selamat menjelajah dunia saham! Jangan takut belajar, dan tetap semangat menjadi investor yang bijak.

Artikel Sebelumnya
Artikel Berikutnya

Baca Juga