BerandaBlogApa itu Elastisitas Harga?

Apa itu Elastisitas Harga?

Harga naik, jumlah pembeli turun. Harga turun, penjual jadi kewalahan memenuhi permintaan. Fenomena ini bukan sekadar hukum alam di dunia perdagangan, tapi bagian dari konsep ekonomi yang dikenal sebagai elastisitas harga. Meski terdengar rumit, sebenarnya konsep ini sangat dekat dengan keseharian kamu—mulai dari keputusan belanja kecil di warung sampai strategi bisnis perusahaan besar.

Apa Itu Elastisitas Harga?

Elastisitas harga adalah ukuran seberapa sensitif jumlah barang atau jasa yang diminta atau ditawarkan terhadap perubahan harga. Dalam kata lain, elastisitas harga menjawab pertanyaan: “Kalau harga berubah, seberapa banyak sih permintaan atau penawaran akan ikut berubah juga?”.

Bayangin kamu jualan jus mangga. Kalau harganya kamu naikin 20% dan pelanggan langsung kabur, artinya permintaan terhadap jus mangga kamu itu elastis. Tapi kalau kamu jual bensin dan harga naik, orang tetap beli karena mereka butuh, artinya permintaan bensin itu inelastis. Nah, dari sini kita bisa lihat bahwa beda barang, beda juga responsnya terhadap perubahan harga.

Elastisitas Permintaan dan Penawaran

Elastisitas ini nggak cuma satu jenis. Umumnya dibagi dua: elastisitas harga permintaan dan elastisitas harga penawaran.

Elastisitas Harga Permintaan (Price Elasticity of Demand)

Ini mengukur seberapa besar jumlah permintaan suatu barang akan berubah jika harganya naik atau turun. Misalnya, kalau harga mie instan naik 10% dan penjualannya langsung turun 20%, berarti permintaannya cukup sensitif terhadap harga—atau disebut juga elastis.

Rumusnya biasanya ditulis seperti ini:

Kalau hasilnya lebih dari 1, berarti elastis. Kalau kurang dari 1, berarti inelastis. Dan kalau sama dengan 1, disebut unitary elastic alias perubahan jumlah sama persis dengan perubahan harga.

Elastisitas Harga Penawaran (Price Elasticity of Supply)

Berbeda dari permintaan, elastisitas penawaran melihat dari sisi produsen atau penjual. Ini mengukur seberapa besar perubahan jumlah barang yang ditawarkan ketika harga berubah. Misalnya, ketika harga cabai naik 30%, para petani langsung panen dan menjual lebih banyak cabai. Artinya, penawarannya cukup elastis terhadap harga.

Rumusnya mirip:

Sama seperti elastisitas permintaan, nilainya bisa elastis, inelastis, atau uniter, tergantung seberapa besar perubahan jumlah relatif terhadap harga.

Contoh Elastisitas Harga

Biar makin kebayang, coba kita lihat beberapa contoh dari kehidupan sehari-hari.

Kalau kamu suka nonton bioskop dan harga tiket tiba-tiba naik 50%, kemungkinan besar kamu akan mikir dua kali. Mungkin kamu cari promo, nunggu hari diskon, atau malah nggak jadi nonton. Artinya, permintaan tiket bioskop cenderung elastis.

Tapi beda cerita kalau harga obat sakit kepala naik. Kalau kamu lagi pusing banget, kamu nggak akan mikir harga. Mau mahal pun, tetap beli. Ini contoh barang yang permintaannya inelastis.

Begitu juga dari sisi penawaran. Petani bisa menyesuaikan jumlah panen lebih cepat kalau mereka tahu harga komoditas naik. Tapi di industri seperti pertambangan, penyesuaian produksi bisa butuh waktu lama, jadi penawarannya cenderung inelastis.

Kategori Elastisitas

Dalam teori ekonomi, elastisitas dikategorikan jadi beberapa macam:

  • Elastis (E > 1): Perubahan harga kecil memicu perubahan jumlah yang besar. Biasanya terjadi pada barang yang punya banyak substitusi.
  • Inelastis (E < 1): Perubahan harga besar, tapi jumlah permintaan/penawaran cuma berubah sedikit. Biasanya barang kebutuhan pokok.
  • Uniter (E = 1): Perubahan harga sebanding dengan perubahan jumlah. Misalnya, harga naik 10%, jumlah turun 10%.

Kamu bisa menebak suatu barang elastis atau tidak dari karakteristiknya. Barang yang punya banyak alternatif, nggak terlalu penting, atau harganya cukup mahal relatif terhadap penghasilan biasanya elastis. Sebaliknya, barang kebutuhan dasar yang sulit diganti cenderung inelastis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Elastisitas

Sekarang, apa aja sih yang bikin suatu barang jadi elastis atau inelastis? Beberapa faktor yang berperan antara lain:

  • Ketersediaan barang substitusi: Kalau suatu barang punya banyak pengganti, maka konsumen lebih mudah pindah ke barang lain saat harga naik. Contohnya, minuman ringan. Kalau soda A mahal, orang bisa pilih soda B, teh botol, atau air mineral.
  • Kebutuhan vs. keinginan: Barang kebutuhan (seperti beras, air, listrik) biasanya inelastis karena orang tetap akan beli meskipun harganya naik. Tapi barang keinginan seperti parfum mewah atau tiket konser bisa sangat elastis.
  • Proporsi terhadap pendapatan: Semakin besar porsi harga barang terhadap penghasilan konsumen, biasanya makin elastis. Misalnya, kamu akan lebih sensitif terhadap perubahan harga motor daripada perubahan harga sabun mandi.
  • Jangka waktu penyesuaian: Dalam jangka pendek, permintaan atau penawaran cenderung lebih inelastis karena orang atau produsen butuh waktu untuk menyesuaikan. Tapi dalam jangka panjang, responsnya bisa lebih elastis.

Dampak Elastisitas terhadap Strategi Harga

Nah, ini bagian penting terutama buat kamu yang mungkin punya bisnis atau tertarik dengan dunia pemasaran. Mengetahui apakah produk kamu elastis atau inelastis sangat penting buat menentukan strategi harga.

Misalnya, kalau kamu jual barang yang inelastis seperti kebutuhan pokok, kamu bisa sedikit menaikkan harga tanpa harus khawatir kehilangan banyak pelanggan. Sebaliknya, kalau kamu jual produk elastis seperti pakaian atau aksesoris, sedikit kenaikan harga bisa bikin pelanggan lari.

Produsen juga sering menggunakan konsep ini buat menentukan diskon. Kalau mereka tahu permintaannya elastis, mereka bisa menurunkan harga sedikit dan berharap penjualan naik banyak. Sebaliknya, kalau produk mereka inelastis, mereka mungkin lebih fokus menjaga kualitas dan pasokan daripada bermain harga.

Contohnya bisa dilihat dari industri penerbangan. Maskapai sering bermain dengan harga tiket. Ketika permintaan tinggi dan elastisitas rendah (seperti saat musim liburan), harga bisa dinaikkan tajam. Tapi di hari-hari biasa, mereka kasih diskon besar karena tahu permintaan cenderung elastis.

Penutup

Elastisitas harga bukan cuma istilah ekonomi rumit yang cuma dipahami dosen atau pengamat pasar. Justru sebaliknya, ini konsep yang dekat banget sama kehidupan kamu sehari-hari. Mulai dari belanja harian, ngatur pengeluaran, sampai strategi bisnis—all relate ke elastisitas.

Dengan memahami elastisitas, kamu bisa jadi konsumen yang lebih bijak dan pengusaha yang lebih cerdas. Kamu bisa tahu kapan harus beli, kapan harus tahan, dan kalau kamu jualan, kamu bisa nentuin harga dengan lebih strategis.

Jadi, lain kali saat harga barang favorit kamu naik, coba pikir: “Apakah aku tetap beli atau pindah ke yang lain?”. Jawaban kamu bisa jadi pelajaran tentang elastisitas harga—tanpa kamu sadari.

Baca Juga